A Simple Key For buku sirah tahun 3 Unveiled

kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekkah atau dijual kecuali mereka segera memborongnya. Tindakan ini membuat kondisi Bani Hâsyim dan Bani al-Muththalib semakin kepayahan dan memprihatinkan sehingga mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik kediaman tersebut. Tidak ada yang sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi, dan merekapun tidak keluar rumah untuk membeli keperluan keseharian kecuali pada alAsyhur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang). Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Mekkah akan tetapi penduduk Mekkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu membelinya. Hakîm bin Hizâm pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya, Khadîjah radhiallaahu 'anha namun suatu ketika dia dihadang oleh Abu Jahal dan diinterogasi olehnya guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu al-Bukhturiy yang menengahi dan membiarkannya lolos membawa gandum tersebut kepada bibinya. Dilain pihak, Abu Thalib merasa khawatir atas keselamatan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Untuk itu, dia biasanya memerintahkan beliau untuk baring di tempat tidurnya bila orang-orang beranjak ke tempat tidur mereka.

Mereka juga berkata: "Penduduk di luar tanah haram tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar tanah haram ke tanah haram, jika kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk melakukan haji atau umrah". Hal-Hal lainya yang mereka buat-buat adalah mereka melarang orang yang datang dari luar tanah haram bila mereka datang dan berthawaf untuk pertama kalinya kecuali dengan mengenakan pakaian kebesaran alhums dan jika mereka tidak mendapatkannya maka kaum laki-laki harus thawaf dalam keadaan telanjang. Sementara wanita juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah yang longgar,kemudian baru berthawaf dan melantunkan : "Hari ini tampak sebagian atau seluruhnya apa yang nampak itu tiadalah ia perkenankan" Dan berkaitan dengan itu, turun firman Allah : "Hai anak Adam! Pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid". (al-A'raf: 31). Jika salah seorang dari laki-laki dan wanita merasa lebih hormat untuk thawaf dengan pakaian yang dikenakannya dari luar tanah haram maka sehabis thawaf dia harus membuangnya dan ketika itu tak seorangpun yang boleh menggunakannya lagi; baik dari mereka maupun selain mereka. Hal lainya lagi adalah perlakuan mereka yang tidak mau masuk rumah dari pintu depan bila sedang berihram, tetapi mereka melubangi bagian tengah rumah untuk tempat masuk dan keluar, dan mereka manganggap pikiran sempit semacam ini sebagai kebaktian (birr); maka hal semacam ini kemudian dilarang oleh Al-Qur'an dalam firmanNya : "Dan bukanlah kebaktian itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa".

TAHAPAN PERTAMA BERJIHAD MELALUI DAKWAH KEPADA ALLAH Tahapan Dakwah Sirriyyah selama tiga tahun Seperti yang sudah diketahui bahwa kota Mekkah merupakan pusat agama bagi bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka'bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patungpatung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab. Untuk mencapai sasaran perbaikan yang memadai terhadap kondisi yang ada nampaknya akan bertambah sulit dan keras jika jauh dari jangkauan kondisionalnya. Karenanya, kondisi tersebut membutuhkan tekad baja yang tak mudah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa; maka adalah bijaksana dalam menghadapi hal itu, memulai dakwah secara sirri (sembunyisembunyi) agar penduduk Mekkah tidak dikagetkan dengan hal yang (bisa saja) memancing emosi mereka. Gelombang Pertama Sudah merupakan sesuatu yang lumrah bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang dekat hubungannya dengan beliau, keluarga besar serta shahabat-shahabat karib beliau; mereka semua didakwahi oleh beliau untuk memeluk Islam.

6. MOBILISASI DI PIHAK QUREISY Uraian mengenai perang Badr cukup banyak. Hanya dengan pemeriksaan yang cermat terhadap limpahan data-information tersebut, seseorang dapat menemukan hikmah dan bahan pelajaran. Dalam konteks ini yang menarik perhatian kita adalah do'a yang dipanjatkan Rasulullah saat beliau menuju Badr: “Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim, hamba dan Nabi kesayangan-Mu, memanjatkan do'a untuk penduduk Mekkah; Dan aku, Muhammad, hamba dan Nabi-Mu memanjatkan do'a untuk penduduk Madinah, anugerahkanlah kehidupan yang sejahtera kepada mereka dan hindarkan dari segala macam penyakit menular serta jadikan Madinah sebagai negeri tercinta bagi kami; Ya Allah, sesungguhnya aku telah menjadikan Madinah sebagai tanah-haram sebagaimana Ibrahim menjadikan Mekkah sebagai tanah-haram”. Penyebutan Madinah sebagai tanah-haram di sini untuk menguatkan persetujuan yang telah disepakati oleh Rasulullah bersama penduduk Madinah sebagai tanah-haram yang tersurat secara eksplisit dalam Piagam Madinah. Dikatakan: “Yatsrib adalah tanah-haram atas persetujuan seluruh penduduk Madinah”. (Ibnu Hisyam, Vol. two/149) Rasulullah terkesan amat haru melihat keadaan pasukannya saat melakukan pemeriksaan barisan. Beliau memanjatkan do'a:“Ya Allah, sesungguhnya mereka tanpa alas-kaki, Engkaulah yang mudahkan perjalanannya; mereka tanpa pakaian, Engkaulah pelindungnya; mereka tanpa makanan, Engkaulah yang menjadikan mereka kenyang; mereka adalah fakir-miskin, Engkaulah yang membuat mereka kaya dengan segala anugerah-Mu”(Al-WaqidiVol. one/26). Suatu pernyataan yang menggambarkan betapapun sederhananya keadaan kaum muslimin, mereka dapat memenangkan perang berkat perkenan Allah kepada do'a Nabi-Nya. Segenap knowledge sejarah juga menguatkan kenyataan ini. Di antaranya diriwayatkan bahwa “pada saat itu kaum muslim hanya memiliki 70 ekor unta, sehingga mereka harus mengatur barisan secara berdua, bertiga dan berempat.

Lalu dia mengajak kami kepada Allah guna mentauhidkan dan menyembahNya serta agar kami tidak lagi menyembah batu dan berhala yang dulu disembah oleh nenek moyang kami. Beliau memerintahkan kami agar berlaku jujur dalam bicara, melaksanakan amanat, menyambung tali rahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindari pertumpahan darah. Dia melarang kami melakukan perbuatan yang keji, berbicara ngibul, memakan harta anak yatim serta menuduh wanita yang suci melakukan zina tanpa bukti. Beliau memerintahkan kami agar menyembah Allah semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, memerintahkan kami agar melakukan shalat, membayar zakat, berpuasa, (….selanjutnya Ja'far menyebutkan hal-hal lainnya) … lalu kami membenarkan hal itu semua dan beriman kepadanya. Kami ikuti ajaran yang dibawanya dari Allah ; kami sembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, apa yang diharamkannya atas kami adalah haram menurut kami dan dan apa yang dihalalkannya adalah halal menurut kami. Lantaran itu, kaum kami malah memusuhi kami, menyiksa, merayu agar keluar dari agama yang memerintahkan kami beribadah kepada Allah, dan mengajak kami kembali menyembah berhala-berhala, menghalalkan kami melakukan perbuatan-perbuatan keji yang dahulu pernah kami lakukan. Nah, manakala mereka memaksa kami, menganiaya, mempersempit ruang gerak serta menghalangi agar kami tidak dapat melakukan ritual

ini juga kaya dengan analisa. Nuansa pergerakan dakwahnya sangat kental dan cocok dibaca aktivis dakwah.

7. MALAM MENJELANG PECAHNYA PERANG BADR Kafilah sedang menuju bukit Badr yang terletak sekitar one hundred fifty km. dari Madinah. Badr adalah pusat perdagangan, yang kendatipun tidak sebesar Ukadz namun karena sumber mata airnya yang mempesona maka selama ten hari pada bulan Dzulqa'dah setiap tahun selalu ramai dipadati orang-orang Arab yang datang dari berbagai penjuru untuk berbelanja atau menjajakan dagangan. Target Abu Jahal adalah menyelamatkan kafilah sampai di Badr. Jika ternyata selamat, maka mereka akan tinggal beberapa hari; makan, minum dan bersenang-senang untuk membuktikan kepada dunia bahwa mereka tidak gentar menghadapi siapapun dan bahwasanya jalur perdagangan telah terbuka oleh Qureisy tanpa ada yang berani menghadang atau mengganggu kafilah dagang. Dan jika ternyata tidak selamat maka Qureisy juga telah siap siaga untuk angkat senjata. Pesepsi Abu Jahal dalam kondisi seperti ini kiranya tepat dan logis. Bahkan sekiranya kafilah selamat sekalipun, orang-orang Qureisy harus menampakkan kekuatannya agar dunia dapat melihat bahwa mereka tidak gentar menghadapi Muhammad dan kekuatan Madinah. Kesempatan satu-satunya untuk tujuan tersebut hanya terdapat di Badr. Mereka dapat menampakkan diri sebagai orang-orang berkecukupan, kaya dan kuat, tak ketinggalan gaya santai yang menunjukkan sikap memandang remeh lawan. Dengan demikian diharapkan bahwa orang-orang Arab yang telah berpaling dari Qureisy seperti suku Juheina, Bellay, Dhamrah dan penduduk Hijaz lainnya bergabung kembali dalam persekutuan here dengan Qureisy. Orang-orang Qureisy cukup mengerti watak penduduk yang hidup di semenanjung luas itu tanpa pemerintah, tanpa undang-undang dan tanpa jaminan keamanan kecuali berlindung di bawah suku terkuat.

Cinta yang tulus terhadap diri beliau mengalir terhadap beliau bak aliran air ke dataran rendah. Keterpikatan hati mereka terhadap beliau laksana tarikan magnet terhadap besi. Oleh karena itu, sebagai implikasi dari rasa cinta dan siap mati ini membuat mereka tidak gentar bila leher harus terpenggal, kuku terkupas atau ditusuk oleh duri. Suatu hari ketika di Mekkah, Abu Bakar bin Abi Quhâfah pernah diinjak dan dipukul dengan keras. Di tengah kondisi seperti itu, ‘Utbah bin Rabi’ah mendekatinya sembari memukulinya lagi dengan kedua terompahnya yang tebal dan melayangkannya ke arah wajahnya. Tidak cukup disitu, dia kemudian melompat diatas badannya dan jatuh tepat di atas perut Abu Bakar hingga wajahnya bonyok, tidak bisa diketahui lagi mana letak hidung dari wajahnya. Setelah itu, dia diangkut dengan menggunakan bajunya oleh suku Bani Tamim kemudian dicampakkan ke rumahnya. Mereka sama sekali tidak menyangsikan bahwa dia pasti sudah tidak bernyawa. Saat hari beranjak sore, dia tersadar dan berbicara: “apa yang terjadi terhadap diri Rasulullah?”. Mereka mencibirnya dengan lisan mereka dan mengumpatinya, lalu berdiri dan berkata kepada ibunya, Ummul Khair : “Terserah, apa yang akan engkau lakukan; memberinya

Masih sehubungan dengan itu pula diriwayatkan bahwa banyak di antara sahabat yang tidak ikut perang karena anggapan tidak akan terjadi perang. Dan seandainya mereka memastikan akan terjadi pertempuran niscaya tidak ada satupun yang rela tinggal berpangku tangan. Di antara mereka adalah Useid ibn Hudeir yang menyatakan kepada Rasulullah saat kembali dari perang:“Aku bersyukur, bahwa Allah menganugerahkan kemenangan bagimu wahai Rasulullah. Demi Allah yang mengutusmu, Aku tidak ikut perang bukan karena aku memikirkan diriku dan kepentinganku tetapi aku mengira bahwa tidak akan terjadi pertempuran dalam mencegat kafilah. Jawab Rasulullah:“kamu benar”. (Al-WaqidiVol.one/21) Demikianlah, cara Rasulullah memberikan petunjuk dan memimpin umatnya. Sebelum mengeluarkan keputusan beliau selalu mempelajari situasi dan kondisi secara cermat dan mengatur perencanaan yang panjang. Disamping melalui delapan operasi al-maghazy sebelumnya beliau telah memberikan kesempatan kepada kaum muslim untuk berlatih disiplin menghormati petunjuk pimpinan atas dasar keyakinan dan loyalitas.

tersebut adalah : bahwa orang-orang yang berhaji tersebut tidak melempar pada hari Nafar hingga salah seorang dari kaum "Shûfah" tersebut melakukannya terlebih dulu, kemudian bila semua telah selesai melaksanakan prosesi ritual tersebut dan mereka ingin melakukan nafar/pulang dari Mina, kaum "Shûfah" mengambil posisi disamping kedua sisi (jumrah) 'Aqabah, dan ketika itu, tidak boleh seorang pun lewat kecuali setelah mereka, kemudian bila mereka telah lewat barulah orang-orang diizinkan lewat. Tatkala kaum "Shûfah" sudah berkurang keturunannya/musnah, tradisi ini dilanjutkan oleh Bani Sa'd bin Zaid Munah dari suku Tamim. Melakukan ifâdhah (bertolak) dari Juma', pada pagi hari Nahr (hari penyembelihan hewan qurban) menuju Mina ; urusan ini diserahkan kepada Bani 'Udwan. Merekayasa bulan-bulan Haram (agar tidak terkena larangan berperang didalamnya-penj); urusan ini ditangani oleh Bani Tamim dari keturunan Bani Kinanah. Periode kekuasaan Khuza'ah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada periode ini kaum 'Adnan menyebar di kawasan Najd, pinggiran 'Iraq dan Bahrain. Sedangkan keturunan Quraisy ; mereka hidup sebagai Hallul (suku yang suka turun gunung) dan Shirm (yang turun gunung guna mencari air bersama unta mereka) dan menyebar ke pinggiran kota Mekkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar di tengah kaum mereka, Bani Kinanah.

Bermula dari sejak usianya menghampiri 40 tahun, di mana beliau dipersiapkan secara psikologis untuk mengemban tugas kenabian yang oleh Ibnu Katsier dikatakan bahwa “perkara kenabian itu berlanjut melewati masa fatrah yakni masa-masa terputusnya wahyu, sampai turunnya surah al-Muddatstsir, yang berisi perintah untuk bangkit memberi peringatan, mengagungkan Tuhan, membersihkan pakaian, menghindari kejahatan dan berbuat tanpa pamrih. Demikian itu makna ayat-ayat pertama surah al-Muddatstsir. Di kala itu hati dan jiwa Muhammad mulai stabil dan tenang. Beliau telah yakin dengan apa sebenarnya yang dialaminya; dengan penuh percaya diri bahwa Allah telah memilihnya untuk suatu tugas dan misi yang maha agung, maka beliau bangkit merealisasikan perintah Allah melewati episode-episode Sirah selanjutnya. Adanya proses peralihan Muhammad dari manusia biasa menjadi Nabi dan Rasul sebagai satu kesatuan dalam suatu proses panjang seperti telah disinggung di muka, mengundang kajian lebih lanjut. Mengapa demikian, karena riwayat-riwayat yang menguraikan peristiwa peralihan tersebut amat bervariasi dan berbeda-beda. Ironisnya, riwayat tersebut berasal dari sumber-sumber yang handal dan diterima oleh mayoritas ahli Hadis seperti at-Thabary, al-Baladzary, al-Ya'qubi dan yang sederajat. Namun setelah melakukan pengecekan seksama ternyata mereka hanyalah kolektorkolektor riwayat yang menulis apa saja yang mereka terima tanpa reserve. Justru kita menemukan sorang ahli Hadis dan sejarawan yang lahir kemudian bernama Abu 'Amr Yusuf ibn Abdul Bar al-Numeiry, jauh lebih mendalam pemahamannya dibandingkan dengan mereka.

NabiNya dan BaitNya. Sebab ketika kita memandang ke Baitul Maqdis, kita melihat bahwa kiblat ini (dulu, sebelum Ka'bah-red) telah dikuasai oleh musuh-musuh Allah dari kalangan kaum Musyrikin dimana ketika itu penduduknya beragama Islam, yakni sebagaimana yang terjadi dengan tindakan Bukhtanashshar terhadapnya pada tahun 587 SM dan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 M. Sebaliknya Ka'bah tidak pernah dikuasai oleh orang-orang Nasrani (mereka ketika itu disebut juga sebagai orang-orang Islam/Muslimun) padahal penduduknya adalah kaum Musyrikin. Peristiwa tragis tersebut juga terjadi dalam kondisi yang dapat mengekspos beritanya ke seluruh penjuru dunia yang ketika itu sudah maju; Diantaranya, Negeri Habasyah yang ketika itu memiliki hubungan yang erat dengan orang-orang Romawi . Di sisi lain, orangorang Farsi masih mengintai mereka dan menunggu apa yang akan terjadi terhadap orangorang Romawi dan sekutu-sekutunya. Maka, ketika mendengar peristiwa tragis tersebut, orang-orang Farsi segera berangkat menuju Yaman. Kedua negeri inilah (Farsi dan Romawi) yang saat itu merupakan negara maju dan berperadaban (superpower). Peristiwa tersebut juga mengundang perhatian dunia dan memberikan isyarat kepada mereka akan kemuliaan Baitullah. Baitullah inilah yang dipilih olehNya untuk dijadikan sebagai tempat suci. Jadi, bila ada seseorang yang berasal dari tempat ini mengaku sebagai pengemban risalah kenabian maka hal inilah sesungguhnya yang merupakan kata kunci dari terjadinya peristiwa tersebut dan penjelasan atas hikmah terselubung di balik pertolongan Allah terhadap Ahlul Iman (kaum Mukminin) melawan kaum Musyrikin; suatu cara yang melebihi kejadian Alam yang bernuasa kausalitas ini.

Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi”. (Q,.s.ar-Ra’d: seventeen) Dari sebab utama ini, kemudian berkembang dan beralih kepada sebab-sebab lain yang semuanya tidak lain menguatkan ketegaran dan kesabaran tersebut seperti yang akan disebutkan selanjutnya. two. Kepimpinan yang digandrungi oleh setiap hati Sosok Rasulullah adalah sosok seorang pemimpin umat Islam tertinggi. Tidak saja bagi Umat Islam tetapi bagi seluruh manusia. Beliau memiliki postur badan yang perfect, jiwa yang sempurna, akhlak luhur, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang agung. Hal ini dapat menyebabkan hati tertawan dan membuat jiwa rela berjuang untuknya sampai tetas darah terakhir. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepadanya tersebut tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Beliau menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan-jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya. Jangankan oleh para pencinta dan shahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu. Ungkapan yang pernah terlontarkan dari mulut beliau pastilah membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenarnya.

SIRAH merupakan kisah perjalanan hidup yang biasanya merujuk pada Nabi Muhammad SAW. Banyak buku atau kitab sirah yang sudah ditulis oleh berbagai tokoh dari berbagai sudut pandang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *